Ratusan Massa Aksi dari Teluk Pandan Pulang Membawa Hasil

Kutai Timur- Ratusan warga gabungan empat Desa di Kecamatan Teluk Pandan geruduk Kantor Sekretariat DPRD Kutai Timur (Kutim) pada Kamis (12/5/2022) kemarin.
Mereka tergabung dalam Aliansi Masyarakat Kecamatan Teluk Pandan melakukan aksi damai hingga berlanjut hearing guna menyampaikan tiga poin tuntutan yang selama ini jadi polemik di tengah masyarakat.
Koordinator aksi, Bustamin menyebutkan bahwa pihaknya telah membawa massa aksi berjumlah sekitar 500 orang yang notabene para petani Kelapa Sawit dari gabungan dari Desa Martadinata, Teluk Pandan, Kandolo dan Bukit Pandan Jaya.
Dalam orasinya, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan tindakan anarkis dan memastikan aksi tersebut berjalan aman dan kondusif. Namun pihaknya menegaskan agar tuntutan yang dilayangkan membuahkan hasil agar persoalan tersebut tidak berlarut-larut.
“Kami meminta agar dapat di fasilitasi agar menemukan titik terang agar kami bisa tenang,” sebutnya.
Senada, penanggungjawab Aksi, Andi Herman Fadli menuturkan bahwa pihaknya melakukan tindakan kasi atas keresahan masyarakat yang dialami selama ini. Setidaknya ada tiga poin tuntutan harus menemui titik terang. Pertama terkait masalah legalitas buah sawit. Kedua masalah penambahan Area Penggunaan Lain (APL) dan masalah pengadaan alat tera atau timbangan sawit.
“Apabila beberapa poin tuntutan tersebut tidak menemukan titik terang maka pihaknya bersama masyarakat setempat akan terus mengawal persoalan tersebut sampai kapanpun,” tegas Andi Herman yang juga menjabat Kepala Desa Teluk Pandan.
Sebab, ia menyangkan terkait adanya penolakan pembelian tandan buah segar (TBS) dari empat desa tersebut. Sehingga TBS dianggap illegal atau haram karena pihak perusahaan menganggap kawasan tersebut masuk Kawasan Taman Nasional Kutai (TNK) atau kawasan negara.
Diakui, pihaknya sudah menerima penjelasan baik dari pihak TNK, pemerintah dan anggota DPRD Kutim bahwasanya kawasan telah disepakati yang dianggap legal yakni seluas kurang lebih 2.500 ha yang masuk kawasan APL sehingga tidak ada lagi alasan perusahaan untuk menolak TBS dari empat Desa tersebut.
“Bayangkan masyarakat kami mengalami penolakan penjualan TBS terhitung sejak 2014 silam,” ucapnya.
Sehingga para petani yang ingin menjual ke perusahaan terpaksa harus berbohong bahwasanya hasil panen yang dibawa pengepul atau tengkulak ke pabrik berasal dari wilayah lain.
“Jadi masyarakat merasa kebingungan untuk menjual hasil panen. Mereka sudah berbulan-bulan tidak melakukan penjualan karena belum kejelasan,” jelasnya.
Pihaknya juga akan mengawal terkait luasan APL yang telah diusulkan sehingga meminta agar DPRD Kutim turut andil membantu mengawal ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Nantinya DPRD Kutim akan berkomunikasi dengan DPR RI untuk diteruskan ke KLHK untuk penambahan luasan APL.
“Kami juga sudah mendapat penjelasan terkait pengadaan tera atau timbangan oleh pihak pemerintah. Mereka siap menyiapkan alatnya untuk tahun ini,” ujarnya.
Sementara Ketua DPRD Kutim, Joni mengatakan pihaknya telah memfasilitasi sejumlah poin tuntutan warga sehingga dipastikan terkait permasalahan penjualan TBS kelapa sawit sudah bisa beroperasi.
“Kami sudah melakukan kesepakatan bersama dengan beberapa pihak terkait baik perwakilan masing-masing Desa, Pemerintah dan TNK dengan melakukan penandatangan sebagai solusinya,” sebutnya. (*)