Opini: Dari Pandemi Hingga Digitalisasi Dunia Pendidikan

Oleh: Zulfatun Mahmudah

Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) menjadi momok yang meresahkan sekaligus menakutkan bagi semua orang. Berbagai hal negatif terkait pandemi covid-19 menjadi perbincangan di berbagai media massa dan dunia maya. Kita nyaris lupa bahwa ada sisi lain dari munculnya pandemi ini. Salah satunya adalah maraknya penggunaan internet untuk menunjang proses belajar mengajar.

Pemanfaatan internet untuk pembelajaran sebenarnya bukan hal baru. Banyak pihak yang sukses menerapkan pola pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi internet. Persoalannya adalah di negara kita, internet yang menawarkan begitu banyak hal positif untuk pembelajaran, belum optimal pemanfaatannya.

Kementerian Kominfo sempat melansir, jumlah pengguna internet di Indonesia hingga Juli 2019 mencapai 171 juta orang. Dari jumlah tersebut, 64,8% digunakan untuk akses hiburan, 17,1% untuk akses game, dan 14% untuk situs busana dan buku. Selain itu, data Global Web Index 2018 menyebutkan 86 persen pengguna internet di Indonesia memanfaatkan internet untuk belanja online.

Data tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan internet untuk kebutuhan belajar masih sangat minim. Covid-19 mengajarkan kita semua ada hal yang keliru dalam kehidupan kita. Teknologi yang harusnya memberikan sisi positif, khususnya bagi dunia pendidikan justru terabaikan. Keharusan phisical dan social distancing selama pandemi, tidak memberi pilihan bagi para pelaku dunia pendidikan.

Internet menjadi satu-satunya pilihan yang harus diambil agar pembelajaran tetap berjalan. Pendidikan tidak boleh terhenti dalam kondisi seperti saat ini. Kecanggihan teknologi pun diharapkan mampu menjembatani proses belajar di semua jenjang pendidikan. Semua pihak yang terlibat dalam proses belajar mengajar, khususnya dosen, guru, mahasiswa, dan pelajar dipaksa untuk berbagi ilmu dan memburu ilmu lewat dunia maya.

Internet yang selama ini sekedar untuk ajang chatting dan posting hal-hal yang kurang produktif perlahan berubah fungsi. Mereka yang gemar memburu fashion secara online, dipaksa beralih mencari buku, baik yang versi cetak maupun e-book. Pembelajaran online yang dulunya seakan barang mewah hanya milik lembaga yang berkelas, kini menjadi proses yang dijalankan oleh semua lapisan. Bahkan sekolah-sekolah yang berada di desa pun melakukan mekanisme yang sama. Tidak ada perdebatan apalagi penolakan dengan mekanisme baru ini.

Masih segar dalam ingatan kita, ketika ujian nasional akan dilakukan secara online, muncul berbagai opini di tengah masyarakat. Dari mulai perangkat yang tidak siap hingga jaringan internet yang tidak memadai, menjadi perdebatan yang tidak berujung. Kini tidak hanya ujian, pembelajaran harianpun memanfaatkan jaringan internet. Perubahan yang terbilang radikal dan massive itu telah terjadi di dunia pendidikan kita. Akankah sistem ini berlangsung jangka panjang atau kita akan kembali ke sistem konvensional pasca pandemi berakhir?

Program E-Learning

Pembelajaran online yang dilakukan oleh semua lembaga pendidikan di masa pandemi ini bisa menjadi tonggak awal berdirinya program E-learning, khususnya di jenjang Perguruan Tinggi (PT). Memang benar, selain Universitas Terbuka (UT), saat ini ada beberapa PT yang telah menjalankan program E-Learning. Proses pembelajaran dari awal masuk hingga akhir masa studi dilakukan jarak jauh dengan memanfaatkan internet.

Namun demikian, jumlah PT yang membuka program kuliah seperti ini masih sangat sedikit. Berdasarkan informasi yang disampaikan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2019, di kampus Universitas Indonesia (UI) lalu, jumlah PT yang membuka program E-learning baru kisaran 15 dari 4.741 PT yang ada di Indonsia.

Padahal program E-learning merupakan salah satu sistem pendidikan yang memungkinkan kuliah sambil bekerja. Dengan cara tersebut, masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi dan harus bekerja bisa tetap kuliah. Program E-learning adalah solusi agar pendidikan bisa dilakukan dalam segala keadaan. Semakin banyak lembaga yang membuka program tersebut, semakin banyak pula alternatif yang bisa dipilih sesuai dengan kemampuan masyarakat, baik dari sisi waktu maupun biaya.

Proses pembelajaran online selama pandemi ini seharusnya menjadi pengalaman sekaligus pertimbangan penting baik bagi PT maupun pemerintah. PT yang selama ini enggan atau bahkan takut membuka program E-learning dengan alasan minimnya fasilitas atau bahkan takut hasilnya tidak optimal, bisa membuat evaluasi awal dari proses yang berjalan saat ini. Sementara bagi pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, praktik ini bisa menjadi pertimbangan untuk mempermudah perijinan pembukaan program E-Learning. Dengan cara tersebut, diharapkan kita bisa mengambil sisi lain dari pandemi Covid-19 yang bersifat positif bagi dunia pendidikan. Semoga pandemi ini segera berakhir dan kita bisa bangkit bersama-sama demi kemajuan bangsa. Selamat Hari Pendidikan Nasional.(*)

Penulis merupakan Trainer Public Speaking. Dipublikasi @kilas-kaltim

Bagikan Artikel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *