Ketua Bapemperda DPRD Kutim, Agus: Perda Dibentuk Berdasarkan Aspirasi Masyarakat

Kutim- Sejak tahun 2001 hingga 2020, pemerintah kabupaten Kutai Timur dan DPRD Kutai Timur telah membentuk produk hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) sebanyak 209.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) Agusriansyah Ridwan mengatakan, sebagaimana termaktub pada pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, pembentukan Perda dilakukan atas dasar partisipasi masyarakat secara lisan maupun tertulis.
Menurutnya, saat dikonfirmasi via WhatsApp belum lama ini, setelah melibatkan publik dalam perancangannya, masyarakat perlu mengetahui dan memahami produk hukum tersebut.
“Iya. Selama ini dilaksanakan sosialisasi Perda, baik oleh dinas terkait maupun dari DPRD. Memang ada kegiatan sosialisasi Perda. Bahkan setiap kita ke desa-desa dan ke dapil menyampaikan Perda apa saja yang disahkan dan ditetapkan.”
Saat ditanya perlunya pembaharuan Perda, Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Januar Bayu Irawan mengungkapkan, lantaran produk hukum sifatnya dinamis yang harus dilakukan penyelarasan maka regulasi di tingkat pusat pun juga mengalami perubahan. Kondisi tersebut mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pemutakhiran.
“Nah, revisi perubahan biasanya kami koordinasikan dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah–Red) untuk membikin draf awal. Di bagian hukum kita hanya melihat terkait draf yang mereka usulkan itu kita sandingkan, apakah tidak bertentangan dengan aturan yang di atasnya tadi,” ungkap Bayu di kantornya, Kamis (21/1) pagi.
Melalui Program Pembentukan Perda (Propemperda), lanjut Bayu, produk hukum dibentuk sebagai indikator kinerja pemerintahan daerah dengan DPRD. Pada tahun 2020, sekira 24 rancangan yang diajukan ke Propemperda, dan hanya 4 telah disahkan menjadi Perda.
“Memang dalam perencanaannya, pengesahannya tidak lebih dari setengah. Ini ada beberapa kendala kenapa penyusunannya tidak sesuai dengan progres. Kemarin kita dihadapkan dengan kondisi keuangan Pemda atau anggaran dari DPR, di mana anggaran itu naik turun,” katanya.
Di bagian hukum, tambahnya, masih memerlukan tambahan anggaran untuk pembahasan Perda. Karena sepanjang tahun 2020 aktifitas terbatas karena pandemi COVID-19 ditambah pelaksanaan Pilkada, sehingga membahas instrumen hukum tersebut membutuhkan lebih dari satu kali pembahasan. (adv/kls)