Bawaslu Hentikan Kasus Money Politik! Ada Apa?

KILASKALTIM.COM- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) memaparkan bahwa selama tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kutim 2020 telah menemukan indikasi pelanggaran sebanyak tiga belas kasus dan dua puluh enam laporan yang masuk dan di proses hanya dua puluh satu kasus.

Komisioner Bawaslu Kutim, Kordiv Penindakan Pelanggaran, Budi Wibowo menuturkan bahwa pihaknya secara tegas pihaknya telah melakukan pengawasan secara massif serta melakukan upaya agar peran serta masyarakat dalam pengawasan partisipatif.

“Dari beberapa penemuan kasus salah satunya adanya oknum TK2D terlibat dalam kampanye secara terang-terangan pada salah satu paslon. Kemudian terkait puluhan laporan masuk didominasi permasalahan administrasi,” sebut Budi.

Sehingga untuk sampai pada tahap registrasi harus memenuhi persyaratan formil materil jadi tidak semuanya dapat diproses.

“Laporan bisa saja dihentikan jika tidak cukup bukti dan tidak memenuhi unsur pidana,”imbuh Budi.

Terkait kasus money politik yang terjadi di Kecamatan Sangkulirang dihentikan sebab tidak memenuhi unsur atau tidak tercukupi bukti karena antara saksi satu dengan lainnya tidak sinkron atau tidak berkesesuian saat dimintai keterangan.

“Begitupula kasus money politik (politik uag,red) yang ada di Kecamatan Kongbeng dan Muara Wahau,” sebutnya.

Selain itu, terkait isu dilakukan pemilihan suara ulang (PSU) maka secara tegas dipastikan pihaknya tidak melakukan rekomendasi karena tidak memenuhi unsur untuk diajukan ke Mahkamah konstitusi.

Komisioner Bawaslu Kutim, Kordiv Kumas dan Datin, Muhammad Idris saat memimpin konferensi pers, Senin (14/12) mengatakan bahwa potensi dilakukan pemilihan ulang jika terjadi gangguan keamanan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau perhitungan suara tidak dapat dilakukan.

Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 112 undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2014.

“Pelaksanaan pemilihan ulang jika dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panwas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih keadaan yang melanggar namun di Kutim tidak memenuhi unsur untuk direkomendasikan,” kata Idris.

Kemudian terjadi pembukaan kotak suara atau berkas surat suara tidak sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam aturan UU. Petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus menandatangani atau menulis nama serta alamat pada surat suara. Kemudian petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang telah digunakan pemilih sehingga surat suara tidak sah.

“Kami tidak ada rekomemdasikan jadi potensinya minim. Pemilihan ulang bisa dilakukan jika ada salah satu paslon yang berasa keberatan dan melaporkan temuan pelanggaran dan memenuhi unsur. Tapi kami sudah tidak ikut campur kalau sudah ke ranah mahkamah konstitusi. Itu murni urusan paslon dengan MK. Kami tinggal menunggu keputusan,” tandasnya. (*)

Bagikan Artikel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *